Translate

Jumat, 13 Maret 2015

Ijtihad : Macam-macam Ijtihad & Tingkatannya

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Di jawab ya salamnya, karena menjawab salam itu wajib :

Allah berfirman : 

4:86
Artinya :
"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu." (QS an-Nisa :86)

Kali ini saya ingin membahas tentang Ijtihad. ok, tanpa basa basi simak pembahasannya :

Ijtihad berasal dari kata جهد - يجهد yang berarti "berusaha dengan sungguh-sungguh". Dari pengertian bahasa ini selanjutnya para Ulama' merumuskan pengertian istilah. mereka berbeda pendapat dalam merumuskan pengertian tersebut. Ada juga Ijtihad yang diberikan arti sebagai berikut "Segala upaya yang dicurahkan Mujtahid dalam berbagai bidang ilmu, seperti bidang fiqih, teologi, filsafat dan tasawuf". Selengkapnya tentang "Mujtahid"

Adapun pengertian ijtihad lainya adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Ijtihad Secara Terminologi
Ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar hukum Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalilsyara’ (agama) kenyataan menunjukkan bahwa ijtihad dilakukan di berbagai bidang, yang mencakup aqidah, muamalah ,dan falsafat
2. Menurut Ibnu Hajib
Ijtihad adalah pengerahan segenap kemampuan yang dilakukan oleh seorang ahli fiqih untuk mendapatkan suatu tahap dugaan kuat terhadap adanya sebuah ketetapan syari’ah.
3. Menurut Dr. Wahbah az- zuahily
Menyimpulkan bahwa ijtihad adalah upayah mengistimbatkan hukum - hukum syara’ dari dalil – dalilnya secara rinci.
4. Menurut imam al-Ghazali
Bahwa ijtihad lebih umum dari qiyas karena kadang kadang ijtihad melakukan nalar yang mendalam terhadap lafadz yang umum dan dalil- dalil selain qiyas

MACAM-MACAM IJTIHAD
Ijtihad di bagi menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu sebagai berikut:

1. Ijma’
Ijma’ menurut bahasa arab berarti kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal, menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syara’ dari suatu peristiwa setelah Rasul wafat. Sebagai contoh adalah setelah rosul meninggtal diperlukan pengangkatan pengganti beliau yang disebut dengan khalifah. maka kaum muslimin pada waktu itu sepakat mengangkat Abu Bakar sebagai kholifah pertama. Sekalipun pada mulanya ada yang tidak setuju dengan pegankatan beliau, namun pada akhirnya semua kaum muslimin menyetujuinya.

2. Qias
Qias menurut bahasa berarti menyamakan , membandingkan atau mengukur seperti menyamakan si A dengan si B karena keduanya memiliki tinggi yang sama, wajah yang sama dan berat yang sama.Secara istilah qias adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu. Sebagai contoh narkotika di Qiaskan dengan meminum khamar/arak/minuman keras/minuman beralkohol.

3. Istihsan
Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik, menurut istilah istihsan adalah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil syara’ menuju hukum lain dari peristiwa itu juga. karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkanya.
Sebagai contoh : Syari’ melarang terhadap jual beli benda yang ada atau mengadakan akad/janji pada sesuatu yang tidak ada. Namun ia memberi kemurahan secara istihsan pada pemesanan, sewa menyewa, muzaro’ah, mukhobaroh dll. Semuanya itu adalah akad sedangkan sesuatu yang diakadkan tidak ada pada waktu akad berlangsung. Segi istihsanya adalah kebutuhan manusia.

4. Maslahah mursalah
Maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar;i tidak mensyariatkan sutau hukum untuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuanya atau pembatalanya. Sebagai contoh kemaslahatan yang karenanya para sahabat mensyariatkan pengadaan penjara,pencetakan mata uang, penetapan tanah pertanian, memungut pajak.

5. Urf
Urf menurut bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang. Sebagai Contoh : saling pengertian manusia terhadap jual beli dengan cara saling memberikan tanpa adanya sighot lafdliyah.

6. Istishab
Istishab menurut bahasa adalah pengakuan adanya perhubungan. secara istilah adalah menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang menyebutkan atas perubahan keadaan tersebut. Sebagai contoh : Apabila seoran mujtahid ditanyai tentang hukum sebuah perjanjian dan ia tidak menemukan jawaban di nash dan tidak pula menemukan dalil syar’i yang membicarakan hukumnya maka ia memutuskan dengan kebolehan perjanjian tersebut berdasar kaidah : inna al ashlu fi syai’in al ibahah.


TINGKATAN IJTIHAD

Ijtihad terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu:

1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,
Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali hukum. Norma- norma dan kaidah itu dapat diubahnya sendiri manakala dipandang perlu. Mujtahid dari tingkatan ini contohnya seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad yang terkenal dengan sebutan Mazhab Empat.

2. Ijtihad Muntasib
Yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah- kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil). Jadi untuk menggali hukum dari sumbernya, mereka memakai sistem atau metode yang telah dirumuskan imamnya, tidak menciptakan sendiri. Mereka hanya berhak menafsirkan apa yang dimaksud dari norma-norma dan kaidah-kaidah tersebut. Contohnya, dari mazhab Syafi’i seperti Muzany dan Buwaithy. Dari
madzhab Hanafi seperti Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf. Sebagian ulama menilai bahwa Abu Yusuf termasuk kelompok pertama/mujtahid muthalaq/mustaqil.

3. Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya
Disebut mujtahid mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan madzhab tertentu. Pada prinsipnya mereka mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah istinbath imamnya, demikian juga mengenai hukum
furu’/fiqih yang telah dihasilkan imamnya. Ijtihad mereka hanya berkisar pada masalah-masalah yang memang belum diijtihadi imamnya, men-takhrij-kan pendapat imamnya dan menyeleksi beberapa pendapat yang dinukil dari imamnya, mana yang shahih dan mana yang lemah. Contohnya seperti Imam Ghazali dan Juwaini dari madzhab Syafi’i.

4. Ijtihad di bidang tarjih
Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada baik dalam satu lingkungan madzhab tertentu maupun dari berbagai mazhab yang ada dengan memilih mana diantara pendapat itu yang paling kuat dalilnya atau mana yang paling sesuai dengan kemaslahatan sesuai dengan tuntunan zaman. Dalam mazhab Syafi’i, hal itu bisa kita lihat pada Imam Nawawi dan Imam Rafi’i. Sebagian ulama mengatakan bahwa antara kelompok ketiga dan keempat ini sedikit sekali perbedaannya; sehingga sangat sulit untuk dibedakan. Oleh karena itu mereka menjadikannya satu tingkatan.

SYARAT-SYARAT IJTIHAD

1. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan hafal tentang ayat-ayat
al-Qur'an yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan
pengertian ia mampu membahas ayat-ayat tersebut untuk
menggali hukum.

2. Berilmu pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits
Rasul yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan arti ia
sanggup untuk membahas hadits-hadits tersebut untuk menggali
hukum.

3. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah
ditunjukkan oleh ijma' agar ia tidak berijtihad yang
hasilnya bertentangan dengan ijma'.

4. Mengetahui secara mendalam tentang masalah qiyas dan
dapat mempergunakannya untuk menggali hukum.

5. Menguasai bahasa Arab secara mendalam. Sebab al-Qur'an
dan Sunnah sebagai sumber asasi hukum Islam tersusun dalam
bahasa Arab yang sangat tinggi gaya bahasanya dan cukup unik
dan ini merupakan kemu'jizatan al-Qur'an.

6. Mengetahui secara mendalam tentang nasikh-mansukh dalam
al-Qur'an dan Hadits. Hal itu agar ia tidak mempergunakan
ayat al-Qur'an atau Hadits Nabi yang telah dinasakh
(mansukh) untuk menggali hukum.

7. Mengetahui latar belakang turunnya ayat (asbab-u
'l-nuzul) dan latar belakang suatu Hadits (asbab-u
'l-wurud), agar ia mampu melakukan istinbath hukum secara
tepat.

8. Mengetahui sejarah para periwayat hadits, supaya ia
dapat menilai sesuatu Hadist, apakah Hadits itu dapat
diterima ataukah tidak. Sebab untuk menentukan derajad/nilai
suatu Hadits sangat tergantung dengan ihwal perawi yang
lazim disebut dengan istilah sanad Hadits. Tanpa mengetahui
sejarah perawi Hadits, tidak mungkin kita akan melakukan
ta'dil tajrih (screening).

9. Mengetahui ilmu logika/mantiq agar ia dapat menghasilkan
deduksi yang benar dalam menyatakan suatu pertimbangan hukum
dan sanggup mempertahankannya.

10. Menguasai kaidah-kaidah istinbath hukum/ushul fiqh, agar
dengan kaidah-kaidah ini ia mampu mengolah dan menganalisa
dalil-dalil hukum untuk menghasilkan hukum suatu
permasalahan yang akan diketahuinya.

Syarat tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga orang biasa yang memiliki segelintir ilmu tidak memutuskan dan membuat suatu hukum haram, sunnah, mubah dll dengan mudah tanpa memiliki qulifikasi diatas. Imam Hanbali, Hanafi, Maliki dan Hanbali, kita yakini memiliki qualifikasi yang telah saya tuliskan di atas. Tetap Kukuhlah Umat Islam dan Perbedaan Pendapat adalah Rahmat.

Cukup sekian coretan dari saya, semoga bermanfaat buat anda dan saya, jika ada coretan yg tdk berkenan dihati, saya minta maaf yg sebesar-besarnya. bila ada kebenaran itu mutlak dari Allah, bila ada kesalah itu Mutlak dari saya. saya harap ada komentar yang membangun BUKAN celaan. SAMA-SAMA PUNYA KEKURANGAN JANGAN SALING MENCELA YA. karena manusia itu saling melengkapi bukan saling menjadi yg terbaik. bila ada yg mau di tegur, tegurlah baik-baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar